Rabu, 10 Februari 2010

Reshuffle Cermin Disharmonisasi Pemerintah

Reshuffle Cermin Disharmonisasi Pemerintah


Setelah mengikuti arus persidangan Pansus yang terus berjalan, dinamika politik pemerintah semakin klimaks dan memanas. Berbagai opini dan fakta terus bertambah dan mengerucut pada kesimpulan awal Pansus Century. Lantas, sudahkah ada beberapa indikator yang jelas terkait kasus skandal besar ini?.

Pansus Century adalah panitia khusus yang dibentuk dari beberapa Fraksi Partai politik di dalam parlemen yang berjalan sesuai amanah undang-undang untuk mengungkap kasus besar skandal Century yang terindikasi merugikan negara.


Kesimpulan awal Pansus century dalam waktu dekat ini yang diikuti 9 Fraksi di DPR mengundang berbagai respon publik. Pasalnya, ada beberapa Fraksi yang berkoalisi dengan pemerintah dinilai tidak pro-aktif dengan Partai yang dominan di pemerintahan. Ada empat Fraksi dari enam jumlah Fraksi koalisi pendukung presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan pasangannya Budiono terindikasi menyudutkan pemerintah, di antaranya adalah Golkar, PKS, PAN, dan PPP. Keempat Fraksi tersebut telah mengungkap adanya indikasi korupsi dalam bailout (pemberian dana talangan) Bank Century.


Pada dasarnya keempat Fraksi tersebut adalah mitra koalisi yang harus berjalan bersama dan bahu membahu dengan pemerintah ketika pemerintah diterpa permasalahan. Namun, di awal kesimpulan sudah ada indikasi tidak sehat yang menyebar secara sporadis di masyarakat, bahwa Partai pendukung pemerintah saat ini mulai berseberangan bahkan menandakan sinyal akan adanya kebijakan reshuffel yang dinyatakan oleh Partai Demokrat sebagai Partai dominan di pemerintah.


Sikap keempat Fraksi tersebut bahkan sejalan dengan pandangan Fraksi non koalisi, yakni PDI Perjuangan, Gerindra dan Hanura yang sebelumnya juga paling kuat menyatakan terjadi indikasi korupsi dalam proses bailout Century. Hanya Fraksi Demokrat dan PKB yang menyatakan proses bailout Century tersebut tidak berindikasi adanya tindak pidana korupsi pada kesimpulan awal Pansus.


Isu yang dihembuskan oleh sekjen DPP Partai Demokrat Amir Syamsudin dan wakil ketua umum Partai Demokrat beberapa waktu lalu, yang menyatakan bahwa akan adanya reshufe kabinet bisa mungkin terjadi dalam waktu dekat ini, sebab dinilainya Partai mitra koalisi sudah kelewatan batas dan berada di luar koredor dengan menyudutkan posisi pemerintah saat ini.

Respon isu Reshuffle semakin menjalar kemana-mana. Sebelumnya ada dua Fraksi mitra koalisi yang sering mengkritisi posisi pemerintah dari awal sidang Pansus ini yaitu Golkar dan PKS. Dua Partai besar tersebut dianggap sudah berseberangan dalam koalisi hanya karena sering mengeluarkan statmen yang kritis di sidang Pansus Century.

Sungguh akan terlihat aneh apabila isu reshuffle didasari sikap Partai-Partai anggota koalisi yang kritis terhadap pemerintah dalam panitia khusus angket Bank Century, dan sangat naif jika gara-gara sikap kritis di Pansus tersebut Partai Demokrat mengultimatum mitra koalisinya.


Partai Demokrat dinilai terlalu bersikap terburu-buru dan melangkahi kebijakan presiden SBY dalam memutuskan kebijakan reshuffle. Hal itu akan menjadi bumerang bagi Partai Demokrat terhadap citra politiknya sendiri jika isu reshuffle dijadikan batu loncatan untuk menghindari fakta hukum di dalam sidang Pansus ini, padahal sebelumnya SBY selalu memberikan arahan terhadap Partai koalisi dan sepakat untuk mengusut kasus Century ini. Artinya, Demokrat tentu juga sudah mendapatkan restu dari Dewan Pembinanya untuk membuka kasus ini secara terang-benerang. Dengan demikian Partai Demokrat juga dinilai inkonsisten dan telah melakukan intervensi dengan mengancam reshuffle kabinet yang sejatinya dapat merusak citra soliditas koalisi yang reformis menjadi koalisi anti reformasi.


Perlu Kearifan


Dari berbagai gejala sebagaimana disitir diatas, maka ini sangat membutuhkan kearifan seorang Yudhoyono dalam menentukan sikap. Presiden punya hak dalam menentukan ini. Adanya isu reshuffle merupakan indikasi bahwa ada sebuah kekhawatiran yang menjelma akan gagalnya Yudhoyono memimpin bangsa ini dan dimungkinkan juga isu ini penuh dengan muatan politis. Artinya, sebagaimana disebutkan dimuka yakni ada orang yang ingin masuk pada kabinet. Ini tak mustahil terjadi, karena dalam pergulatan politik sesuatu yang kontradiktif adalah merupakan sebuah kewajaran.

Seandainya presiden tak arif dalam memutuskan ini, maka ini seakan menjadi bumerang dan polusi dalam kabinetnya. Dalam artian, ketika Yuhoyono menghendaki adanya reshuffle dalam kabinetnya, dan ternyata ini salah. Maka yang terjadi bukanlah perbaikan negara, namun kesemrawutanlah yang akan muncul. Sebaliknya, jika Yudhoyono pun tak melakukan reshuffe yang semestinya ia lakukan karena kinerja menteri yang kacau. Maka statis dan kemandegan akan menerpa Indonesia ditengah kemajuan negara lain. Ini Ibarat makan buah simalakama, dimakan akan jadi penyakit dan tidak pun jadi penyakit. Disinilah kearifan Yudhoyono sangat diperlukan. Dengan kata lain, reshuffle akan menjadi solusi ketika memang benar - benar itu dibutuhkan guna kemajuan negara. Dan reshuffle bisa menjadi polusi bangsa tatkala itu tak dibutuhkan, dan malah dinilai akan menambah persoalan bangsa semakin kompleks.


Untuk memutuskan Reshuffle atau tidak, seharusnya SBY tidak perlu gerah dan tergesa-gesa mengambil keputusan. Tentunya SBY yang terkenal memiliki kepribadian yang bijak dan santun, diharapkan lebih mempertimbangkan politik secara matang dan bijaksana. Karena bisa dipungkiri jika reshuffle benar-benar terjadi, komitmen berkoalisi selama lima tahun ke depan akan pupus di tengah jalan dan jauh dari yang dicita-citakan, keputusan reshuffle tersebut terkesan bersifat emosional dan hanya melihat kepentingan sesaat. Koalisi dibangun bukan atas politik yang berorientasi kekuasaan semata, namun harus sejalan pada komitmen awal untuk saling membantu, menghargai dan membangun dalam wadah kebersamaan. Apabila Reshuffle kabinet benar-benar terjadi rakyat akan menilai bahwa telah terjadi disharmonisasi dalam tubuh pemerintah saat ini.


(Agus Koribul Ahwan, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang sekaligus aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) daerah Semarang).