NIKAH DINI dan PELANGGARAN HAK ANAK
Oleh : Milton Napitupulu
Kasus nikah dini sering terjadi di daerah pedesaan yang jauh dari informasi dan perkembangan teknologi. Tahun lalu penulis ada kerjasama dengan Save the Chlidren Kantor Nias untuk program yang berkaitan dengan anak-anak. Salah satu program itu dinamai Pelatihan dan Pemberdayaan Ibu-ibu untuk Perlindungan Anak dimana pesertanya adalah ibu-ibu yang berasal dari ± 40 desa dari Nias dan Nias Selatan. Dari ragam kasus yang menimpa anak salah satu diantaranya yaitu kasus nikah dini. Nikah dini yang dimaksud yaitu seseorang laki-laki atau perempuan yang menikah pada usia anak-anak; sedangkan yang dimaksud dengan anak yaitu setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan. Dalam diskusi kasus nikah dini didapat informasi bahwa kasus nikah dini dipandang sebagai hal yang wajar karena tidak ada larangan dari lingkungan sosial. ”Toh kedua belah pihak mau sama mau dan mendapat restu dari masing-masing keluarga” merupakan ungkapan pamungkas dari pihak ketiga untuk memberikan persetujuan. Beberapa faktor pendukung berlangsungnya nikah dini antara lain sulitnya ekonomi keluarga, tidak mendapat imformasi mengenai hak anak, adanya anggapan bahwa semakin cepat seorang anak menikah semakin cepat mandiri. Ada juga yang berseloro mengatakan, ”Laki-laki kan suka daun muda”? Bagi anak perempuan yang menikah akan mendapat uang dari pihak laki-laki. Uang ini akan digunakan pihak perempuan untuk keperluan keluarga. Yang menyedihkan uang itu digunakan untuk membayar hutang orang tua. Kasus-kasus yang didapat melalui penuturan ibu-ibu ini agak sulit di ekspose karena kedua belah pihak tidak ada keberatan dan pihak ketiga tidak ada yang berkomentar. Kehadiran NGO anak maupun perempuan di Nias maupun Nias selatan mulai membuka pengetahuan publik betapa pernikahan dini itu sangat merugikan pihak anak. Penjelasan perspektif psikologi dan hukum mulai di sosialisasikan selanjutnya ada yang mengembangkan program anti pernikahan dini.
Lutfiana Ulfa
Lutfiana Ulfa, seorang perempuan berusia 12 tahun menikah dengan H. Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji. Syekh Puji adalah seorang bos PT. Sinar Lendoh Terang dan juga pemimpin Pondok Pesantren ( POMPES ) Miftahul Jannah. Puji mengaku sudah mendengar berbagai kecaman yang dilontarkan para aktivis anak dan perempuan bahkan majelis ulama Indonesia ( MUI ) tentang pernikahan siri dengan istri keduanya yaitu Lutfiana Ulfa yang berusia 12 tahun. ” Biar saja mereka mengecam saya. Yang penting niat saya baik dan tidak merugikan. Saya nggak gubris mereka semua, ” tegasnya. Menurut Puji, yang dia lakukan ( Menikahi Lutfiana Ulfa yang baru tamat SD ) bukan pelanggaran. Alasanya, dia mendapat izin dari istri pertama serta mendapat restu dan keikhlasan orang tua calon istri. ”Bahkan, yang mencarikan saya istri itu kan Bu Nyai ( Hj. Umi Hanni, istri pertama ) sendiri dibantu beberapa orang. Puji merasa tak melanggar dan tak merugikan orang lain dan tidak terlalu memedulikan statemen yang dilontarkan orang luar. Puji siap bertemu dengan Komnas anak dan Komnas perempuan.
Nikah Dini dan Pelanggaran Hak anak
Pemberitaan media tentang nikah dini Lutfiana Ulfa merupakan implementasi tentang fungsi penting media massa sehingga semua pihak (anak, keluarga anak dan masyarakat) bisa memperoleh informasi dan bahan dari berbagai sumber untuk meningkatkan kehidupan sosial, spritual, moral serta untuk kesehatan rohani dan jasmani anak. Sedangkan komentar dari berbagai organisasi seperti MUI, KOMNAS ANAK dan KOMNAS PEREMPUAN merupakan implementasi tentang fungsi penting organisasi untuk melindungi hak-hak anak. Arist Merdeka Sirait, Sekjen KOMNAS ANAK dalam Global Petang mengatakan bahwa apa pun alasannya Puji melanggar hak anak ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Ketenagakerjaan. Nikah dini merupakan pelanggaran hak anak karena menghambat tumbuh kembang anak. Nikah dini Lutfiana Ulfa menjadi topik hangat ketika pihak ketiga memberikan komentar dan mas media mempublikasikannya. Anak yang menurut sosial masih berada di dalam pengasuhan orang tua justru orang tua yang menikahinya dan atas persetujuan orang tua pula. Menarik untuk disimak dimana istri Puji yang mencarikan perempuan dalam hal ini Lutfiana Ulfa untuk istri kedua suaminya, Puji. Mengikuti perkembangan kasus nikah dini Lutfiana Ulfa, ada kesamaan ungkapan antara Puji dengan ibu-ibu di Nias, ”Toh kedua belah pihak mau sama mau”. Ungkapan ini juga yang diandalkan Puji untuk menghadapi pihak ketiga. Ibu-ibu di Nias sangat tegas mengatakan bahwa sebelumnya mereka belum pernah mendapat pengetahuan mengenai hak-hak anak sementara pernikahan dini di lingkungan sosialnya bukanlah hal yang jarang. Barangkali Puji dan istrinya serta keluarga orang tua Lutfiana Ulfa belum pernah mendengar tentang hak anak dan sama sekali tidak mengetahuinya? Andailah belum pernah mendengar apakah tidak melihat bahwa pada umumnya pernikahan dilakukan oleh orang dewasa? Mengapa pernikahan dilakukan oleh orang dewasa? Mengapa harus dicegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak? Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 26:1c, kewjiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua ”mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak”. Jika seseorang usia anak (0-18 tahun) sudah menikah berarti status orang tua dicapai lebih awal. Statusnya sebagai anak otomatis hilang dan menjadi orang tua. Hak-hak anak adalah hak azasi manusia anak-anak yang harus dilindungi oleh setiap negara yang meratifikasi Konvensi Hak anak. Lutfiana Ulfa adalah anak-anak yang hidup di Indonesia, sebuah negara yang sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Konsekwensinya pemerintah harus ikut campur melakukan pencegahan nikah dini sebagai harmonisasi nilai-nilai dan semangat Konvensi Hak Anak. Dalam mukadimah Konvensi Hak Anak dicatat, ”anak karena ketidak-matangan jasmani dan mentalnya, memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak sebelum dan sesudah kelahiran”. Kasus nikah dini ditilik dari semangat dan nilai Konvensi Hak Anak adalah pelanggaran hak anak. Nikah dini atau nikah pada usia anak-anak akan menjadikan anak kehilangan hak-hak seperti hak bermain, tumbuh kembang, pendidikan, perlindungan dan partisipasi.
Alasan penting apa yang dapat diutarakan untuk menikahi Lutfiana Ulfa yang masih usia 12 tahun?
Oleh : Milton Napitupulu
Kasus nikah dini sering terjadi di daerah pedesaan yang jauh dari informasi dan perkembangan teknologi. Tahun lalu penulis ada kerjasama dengan Save the Chlidren Kantor Nias untuk program yang berkaitan dengan anak-anak. Salah satu program itu dinamai Pelatihan dan Pemberdayaan Ibu-ibu untuk Perlindungan Anak dimana pesertanya adalah ibu-ibu yang berasal dari ± 40 desa dari Nias dan Nias Selatan. Dari ragam kasus yang menimpa anak salah satu diantaranya yaitu kasus nikah dini. Nikah dini yang dimaksud yaitu seseorang laki-laki atau perempuan yang menikah pada usia anak-anak; sedangkan yang dimaksud dengan anak yaitu setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan. Dalam diskusi kasus nikah dini didapat informasi bahwa kasus nikah dini dipandang sebagai hal yang wajar karena tidak ada larangan dari lingkungan sosial. ”Toh kedua belah pihak mau sama mau dan mendapat restu dari masing-masing keluarga” merupakan ungkapan pamungkas dari pihak ketiga untuk memberikan persetujuan. Beberapa faktor pendukung berlangsungnya nikah dini antara lain sulitnya ekonomi keluarga, tidak mendapat imformasi mengenai hak anak, adanya anggapan bahwa semakin cepat seorang anak menikah semakin cepat mandiri. Ada juga yang berseloro mengatakan, ”Laki-laki kan suka daun muda”? Bagi anak perempuan yang menikah akan mendapat uang dari pihak laki-laki. Uang ini akan digunakan pihak perempuan untuk keperluan keluarga. Yang menyedihkan uang itu digunakan untuk membayar hutang orang tua. Kasus-kasus yang didapat melalui penuturan ibu-ibu ini agak sulit di ekspose karena kedua belah pihak tidak ada keberatan dan pihak ketiga tidak ada yang berkomentar. Kehadiran NGO anak maupun perempuan di Nias maupun Nias selatan mulai membuka pengetahuan publik betapa pernikahan dini itu sangat merugikan pihak anak. Penjelasan perspektif psikologi dan hukum mulai di sosialisasikan selanjutnya ada yang mengembangkan program anti pernikahan dini.
Lutfiana Ulfa
Lutfiana Ulfa, seorang perempuan berusia 12 tahun menikah dengan H. Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji. Syekh Puji adalah seorang bos PT. Sinar Lendoh Terang dan juga pemimpin Pondok Pesantren ( POMPES ) Miftahul Jannah. Puji mengaku sudah mendengar berbagai kecaman yang dilontarkan para aktivis anak dan perempuan bahkan majelis ulama Indonesia ( MUI ) tentang pernikahan siri dengan istri keduanya yaitu Lutfiana Ulfa yang berusia 12 tahun. ” Biar saja mereka mengecam saya. Yang penting niat saya baik dan tidak merugikan. Saya nggak gubris mereka semua, ” tegasnya. Menurut Puji, yang dia lakukan ( Menikahi Lutfiana Ulfa yang baru tamat SD ) bukan pelanggaran. Alasanya, dia mendapat izin dari istri pertama serta mendapat restu dan keikhlasan orang tua calon istri. ”Bahkan, yang mencarikan saya istri itu kan Bu Nyai ( Hj. Umi Hanni, istri pertama ) sendiri dibantu beberapa orang. Puji merasa tak melanggar dan tak merugikan orang lain dan tidak terlalu memedulikan statemen yang dilontarkan orang luar. Puji siap bertemu dengan Komnas anak dan Komnas perempuan.
Nikah Dini dan Pelanggaran Hak anak
Pemberitaan media tentang nikah dini Lutfiana Ulfa merupakan implementasi tentang fungsi penting media massa sehingga semua pihak (anak, keluarga anak dan masyarakat) bisa memperoleh informasi dan bahan dari berbagai sumber untuk meningkatkan kehidupan sosial, spritual, moral serta untuk kesehatan rohani dan jasmani anak. Sedangkan komentar dari berbagai organisasi seperti MUI, KOMNAS ANAK dan KOMNAS PEREMPUAN merupakan implementasi tentang fungsi penting organisasi untuk melindungi hak-hak anak. Arist Merdeka Sirait, Sekjen KOMNAS ANAK dalam Global Petang mengatakan bahwa apa pun alasannya Puji melanggar hak anak ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Ketenagakerjaan. Nikah dini merupakan pelanggaran hak anak karena menghambat tumbuh kembang anak. Nikah dini Lutfiana Ulfa menjadi topik hangat ketika pihak ketiga memberikan komentar dan mas media mempublikasikannya. Anak yang menurut sosial masih berada di dalam pengasuhan orang tua justru orang tua yang menikahinya dan atas persetujuan orang tua pula. Menarik untuk disimak dimana istri Puji yang mencarikan perempuan dalam hal ini Lutfiana Ulfa untuk istri kedua suaminya, Puji. Mengikuti perkembangan kasus nikah dini Lutfiana Ulfa, ada kesamaan ungkapan antara Puji dengan ibu-ibu di Nias, ”Toh kedua belah pihak mau sama mau”. Ungkapan ini juga yang diandalkan Puji untuk menghadapi pihak ketiga. Ibu-ibu di Nias sangat tegas mengatakan bahwa sebelumnya mereka belum pernah mendapat pengetahuan mengenai hak-hak anak sementara pernikahan dini di lingkungan sosialnya bukanlah hal yang jarang. Barangkali Puji dan istrinya serta keluarga orang tua Lutfiana Ulfa belum pernah mendengar tentang hak anak dan sama sekali tidak mengetahuinya? Andailah belum pernah mendengar apakah tidak melihat bahwa pada umumnya pernikahan dilakukan oleh orang dewasa? Mengapa pernikahan dilakukan oleh orang dewasa? Mengapa harus dicegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak? Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 26:1c, kewjiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua ”mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak”. Jika seseorang usia anak (0-18 tahun) sudah menikah berarti status orang tua dicapai lebih awal. Statusnya sebagai anak otomatis hilang dan menjadi orang tua. Hak-hak anak adalah hak azasi manusia anak-anak yang harus dilindungi oleh setiap negara yang meratifikasi Konvensi Hak anak. Lutfiana Ulfa adalah anak-anak yang hidup di Indonesia, sebuah negara yang sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Konsekwensinya pemerintah harus ikut campur melakukan pencegahan nikah dini sebagai harmonisasi nilai-nilai dan semangat Konvensi Hak Anak. Dalam mukadimah Konvensi Hak Anak dicatat, ”anak karena ketidak-matangan jasmani dan mentalnya, memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak sebelum dan sesudah kelahiran”. Kasus nikah dini ditilik dari semangat dan nilai Konvensi Hak Anak adalah pelanggaran hak anak. Nikah dini atau nikah pada usia anak-anak akan menjadikan anak kehilangan hak-hak seperti hak bermain, tumbuh kembang, pendidikan, perlindungan dan partisipasi.
Alasan penting apa yang dapat diutarakan untuk menikahi Lutfiana Ulfa yang masih usia 12 tahun?